<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d20516250\x26blogName\x3dHASTO+ANGGORO\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://hastoanggoro.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://hastoanggoro.blogspot.com/\x26vt\x3d813154366030461087', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

The Ending

October 21, 2008

Sepeda itu ditinggal begitu saja di halaman. Sang pemilik dengan sedikit tertatih masuk ke dalam flat.

Andi Koenigswald atau di masa mudanya dipanggil Yahdi Soedirojo meletakkan kopiahnya, lalu merebahkan diri di sebuah sofa kumal. Pikirannya masih tersita pada kejadian setengah jam sebelumnya. Mukanya kusut.

Sejenak kemudian Yahdi berdiri, usia lanjut membuat kaki kanannya susah diajak kompromi. Dengan cukup susah payah ia menuju ke televisi dan menyalakannya.

Ia menghela napas.

Masih tayangan berita dengan topik yang sama.

Yahdi tercenung, wajah yang dulu sangat diakrabinya itu terbujur kaku di dalam layar. Dengannya, sang pemilik wajah pernah berjuang bersama, mengangkat senjata bersama, menangis dan tertawa bersama. Namun takdir rupanya mengantarkan nasib yang jauh berbeda. Ingatan itu terasa masih sangat segar di kepala.

Sejengkal kemudian mulut Yahdi Soedirojo membentuk senyum tipis. Matanya terpejam sebentar. Ia lalu mengarahkan langkah kaki ke sebuah lemari besi di pojok ruangan dan membukanya.

Benda berkilat menyembul dari balik kain beludru hitam.

Sebuah tongkat.

Yahdi berkata dalam hati, "Suatu hari, akan kuwariskan harta tak ternilai ini kepada anakku. Ia yang nanti akan mengembalikan ke nusantara."

Yahdi Soedirojo belum tahu, garis keturunannya telah putus.

Jauh di lain benua, anak perempuan satu-satunya sedang meregang nyawa.

leave a comment