<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d20516250\x26blogName\x3dHASTO+ANGGORO\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://hastoanggoro.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://hastoanggoro.blogspot.com/\x26vt\x3d813154366030461087', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Natasha

October 25, 2008


Natasha Skin Care bikin activation di de Britto? Hmmm, rasa-rasanya kok ada yang ndak pas ...

The Ending

October 21, 2008

Sepeda itu ditinggal begitu saja di halaman. Sang pemilik dengan sedikit tertatih masuk ke dalam flat.

Andi Koenigswald atau di masa mudanya dipanggil Yahdi Soedirojo meletakkan kopiahnya, lalu merebahkan diri di sebuah sofa kumal. Pikirannya masih tersita pada kejadian setengah jam sebelumnya. Mukanya kusut.

Sejenak kemudian Yahdi berdiri, usia lanjut membuat kaki kanannya susah diajak kompromi. Dengan cukup susah payah ia menuju ke televisi dan menyalakannya.

Ia menghela napas.

Masih tayangan berita dengan topik yang sama.

Yahdi tercenung, wajah yang dulu sangat diakrabinya itu terbujur kaku di dalam layar. Dengannya, sang pemilik wajah pernah berjuang bersama, mengangkat senjata bersama, menangis dan tertawa bersama. Namun takdir rupanya mengantarkan nasib yang jauh berbeda. Ingatan itu terasa masih sangat segar di kepala.

Sejengkal kemudian mulut Yahdi Soedirojo membentuk senyum tipis. Matanya terpejam sebentar. Ia lalu mengarahkan langkah kaki ke sebuah lemari besi di pojok ruangan dan membukanya.

Benda berkilat menyembul dari balik kain beludru hitam.

Sebuah tongkat.

Yahdi berkata dalam hati, "Suatu hari, akan kuwariskan harta tak ternilai ini kepada anakku. Ia yang nanti akan mengembalikan ke nusantara."

Yahdi Soedirojo belum tahu, garis keturunannya telah putus.

Jauh di lain benua, anak perempuan satu-satunya sedang meregang nyawa.

La Grande Inter

October 20, 2008


Sekali lagi : everything a team should be ...

Asian Beach Games

October 18, 2008

Gambar diambil dari sini

Dari seluruh event olahraga dalam negeri yang telah berlangsung, Asian Beach Games 2008 mempunyai logo, maskot dan piktogram yang paling mumpuni dari segi estetika dan tren desain. Bandingkan saja dengan logo dan maskot PON terakhir.

Mungkin karena bukan hasil sayembara desain, sehingga output yang dihasilkan lebih terjamin. Atau mungkin karena ini event internasional. Sehingga panitia berusaha lebih keras dalam menyusun konsep visual brandingnya dan lebih selektif dalam memilih konsultan.

Hanya saja saya belum menemukan korelasi antara eksekusi logo dan piktogram yang seperti goresan kapur dengan budaya Bali. Konsep rasional bahwa 'goresan kapur' itu adalah simbolisasi liquid form menurut saya juga kurang mengena.

(Anyway, nicely done!)

Jenuh

October 17, 2008

Pada pagi yang cerah di bulan Agustus tahun lalu di Jakarta. Saya gembira bukan buatan terjebak macet. Apapun yang menunda saya sampai ke kantor menjadi hal yang sangat menyenangkan. Bahkan terjebak sampai siangpun saya rela.

Suasana pagi yang sama, lima tahun yang lalu di Jogja. Saya tidak sabar menunggu kuliah matematika teknik selesai. Riuh hati ingin segera pulang dan menyelesaikan proyek pribadi : bab 4 buku panduan Photoshop 7.

Setelah empat tahun belajar grafis otodidak, kaki saya akhirnya mendarat di kantor impian. Kenyataan ternyata bergerak lebih cepat dari angan-angan saya. Hari pertama di kantor impian saya datang setengah jam lebih awal. Semangat sekali pokoknya. Bulan-bulan berikutnya saya lalui dengan bekerja 80 jam seminggu 5 hari kerja. Dengan tingkat semangat yang sama. Sampai hari itu datang. Siang hari setelah makan siang, saya melirik sekilas ke rekan-rekan kantor. Semua tampak tenggelam dalam pekerjaan masing-masing. Larut dalam keasyikan mendesain.

Tiba-tiba saja terlintas di benak. AH! Saya tidak ingin berada di tempat ini. Saya mau di manapun kecuali mengerjakan pekerjaan ini. Saya mendapati kenyataan mengerikan :

Saya telah mencapai titik jenuh.

Dulu, mendesain saya posisikan sebagai hobi. Pengisi waktu luang. Sampai setelah lulus kuliah, hobi itu berubah menjadi profesi. Mungkin disitulah letak kesalahan saya. Saat ini, posisi saya adalah sebagai freelance graphic designer. Sehingga mendesain kembali menjadi hobi.

Hobi? Nah. Itu dia. Jangan pernah posisikan hobi Anda menjadi profesi. Berpikirlah sebaliknya. Anda harus bersyukur mempunyai hobi yang menghasilkan. Ingat2lah dulu waktu Anda penuh semangat belajar CorelDraw, Flash, PHP, atau apapun.

Untuk saya sendiri, dengan menjadi freelancer, saya bisa mengatur waktu sendiri sesuai kebiasaan. Mengatur proses bekerja. Membuat lingkungan bekerja saya menjadi senyaman mungkin. Saya juga bersyukur berkenalan dengan teman2 baru yang masih punya pure passion akan desain. Dan menularkan itu ke saya :).

*buat 2 teman yang mengeluh jenuh di hari yang sama lewat Y!M*

(Kalau kau ingin berhenti, ingat 'tuk mulai lagi ... Letto)