Pak Kentut
November 24, 2006
Alkisah tersebutlah kontes peran terpenting anggota tubuh. "Tanpa aku, mustahil jadi dokter, insinyur, ekonom," bangga Pak Otak. Tak mau kalah, Pak Rupawan berseru lantang, "Boleh saja punya otak encer, tapi kalau tampang tak simpatik dan menarik, sulit diterima orang." Suasana makin ramai dengan adu pamer. Pak Suara yang bangga dengan suara emasnya, Pak Jantung pengklaim pusat kehidupan, juga Pak Hati penjaga akhlak agar tiap manusia menjadi paripurna. Semua merasa penting. Tiba-tiba hawa berubah gerah, panas, tak enak. Udara kotor memenuhi semua bilik tubuh tempat mereka bekerja. Sontak semua organ kehilangan kenyamanannya sehingga tidak bisa bekerja dengan baik. Selidik punya selidik, ternyata Pak Kentut tak mau bekerja. Kolega mereka yang selama ini tak pernah disebut-sebut dalam setiap kontes kepopuleran. Rupanya dia merajuk, merasa tak digubris keberadaannya, dilupakan, lantas memboikot pertemuan itu ...
(Entah berapa kerap kita melupakan hal-hal kecil, sepele, remeh temeh. Nyaris selalu kita lebih peduli pada hal-hal besar yang memang lebih terlihat, mudah menarik perhatian kita, cepat memberi kepuasan dan hasil akhir. Padahal, kalau dilupakan, suatu saat yang dilupakan itu bisa memberi masalah besar. Sejak mendengar cerita ini, saya sebisa mungkin berusaha mengucap syukur pada semua hal. Bahkan ketika - maaf - kentut atau buang air kecil sekalipun. Bayangkan kalau kita tidak bisa kentut atau buang hajat. Segala kelebihan - kecerdasan, pendidikan, karier, kekayaan, wajah rupawan - bakal kehilangan pesonanya karena diboikot Pak Kentut. Pernahkah kita mensyukuri Pak Kentut yang baunya memang tak sedap itu?)
Dikutip dari kolom Injury Time oleh Angryanto Rachdyatmaka.
(Entah berapa kerap kita melupakan hal-hal kecil, sepele, remeh temeh. Nyaris selalu kita lebih peduli pada hal-hal besar yang memang lebih terlihat, mudah menarik perhatian kita, cepat memberi kepuasan dan hasil akhir. Padahal, kalau dilupakan, suatu saat yang dilupakan itu bisa memberi masalah besar. Sejak mendengar cerita ini, saya sebisa mungkin berusaha mengucap syukur pada semua hal. Bahkan ketika - maaf - kentut atau buang air kecil sekalipun. Bayangkan kalau kita tidak bisa kentut atau buang hajat. Segala kelebihan - kecerdasan, pendidikan, karier, kekayaan, wajah rupawan - bakal kehilangan pesonanya karena diboikot Pak Kentut. Pernahkah kita mensyukuri Pak Kentut yang baunya memang tak sedap itu?)
Dikutip dari kolom Injury Time oleh Angryanto Rachdyatmaka.