Kora-kora
December 18, 2006
Ok, sebut saya ketinggalan jaman, amat sangat ketinggalan. Hari libur kemarin saya baru menaiki wahana Kora-Kora atau Perahu Ayun di Dunia Fantasi Ancol, untuk pertama kalinya. Sebuah pengalaman yang cukup luar biasa. Sekitar 40an orang duduk di dalam sebuah bentukan perahu dan diayun bersama hampir tegak lurus bumi. Persis seperti ayunan raksasa. Sebagai seorang manusia biasa yang tidak bisa terbang, dan pembenci fakta yang diputar-balikkan saya memberanikan diri untuk naik.
Dan yang terjadi selanjutnya memang separuhnya sempat terlintas di dalam perkiraan saya. Tapi separuhnya tidak. Adrenalin memuncak menghantam dinding otak, jantung seakan terputar berpindah posisi, isi perut tergunjang tak normal kembali ke langit-langit lambung, seluruh stok darah terasa mengalir ke kepala dan di detik selanjutnya seketika berada di ujung kaki tanpa melewati perut, mata tak bisa terpejam karena terbelalak sangat lebar dan kerongkongan dipenuhi teriakan tanpa suara tak terkendali. (well, kelihatannya saya harus mengurangi konsumsi kambing ... )
Jujur, baru kali itu saya merasa amat ketakutan. Pengalaman buruk masa lalu seperti dikejar anjing tetangga, memecahkan guci kesayangan Ibu lalu gagal mengelemnya kembali atau dikeroyok kakak kelas sok jagoan, pokoknya ndak ada apa-apanya!! Rasa takut, ngeri, marah dan dendam (kepada diri sendiri, kok mau-maunya naik, kepada teman yang ngajak ke Dufan, mas-mas operator mesin dan penemu Kora-Kora), segera berubah menjadi kepasrahan dan akhirnya rasa syukur karena waktunya habis. Phyuuh, 3 menit yang (semoga) tak akan saya ulangi lagi.
Takut - ngeri - marah - pasrah - syukur. Hmm, seems familiar? It's all about steps at everything in life, isn't it?
Taruh saja ketika sebuah masalah datang menghadang dalam hidup kita, adalah rasa takut yang segera datang menyergap dan sekuat mungkin kita akan berusaha menghindar dari kenyataan. Kalau masalah itu bertambah parah, tahap selanjutnya adalah kengerian, terrified. Takut akan segala kemungkinan yang pualing buruk. Kemudian kita marah, kasus yang tersering terjadi adalah marah kepada diri sendiri. Baru menyalahkan orang lain. Setelah segala kemampuan dikerahkan menyembuhkan si masalah dan tidak ada tanda-tanda ke arah perbaikan, kepasrahan muncul. Lalu, tiba-tiba, BLASH!! Problem solved, everything's fine. Dan kita bersyukur kepada Tuhan, atas penyertaanNya, yang Ia lakukan, bahkan tanpa diminta.
... tanpa diminta.
...
(Setelah itu, saya masih kuat untuk Halilintar (yang ini sih asyik sob). Tapi maaf-maaf saja untuk Kicir-Kicir, tidak ada tempat untuk kaki ini berpijak di wahana itu. So, i'm off. Sorry guys:-P.)
Dan yang terjadi selanjutnya memang separuhnya sempat terlintas di dalam perkiraan saya. Tapi separuhnya tidak. Adrenalin memuncak menghantam dinding otak, jantung seakan terputar berpindah posisi, isi perut tergunjang tak normal kembali ke langit-langit lambung, seluruh stok darah terasa mengalir ke kepala dan di detik selanjutnya seketika berada di ujung kaki tanpa melewati perut, mata tak bisa terpejam karena terbelalak sangat lebar dan kerongkongan dipenuhi teriakan tanpa suara tak terkendali. (well, kelihatannya saya harus mengurangi konsumsi kambing ... )
Jujur, baru kali itu saya merasa amat ketakutan. Pengalaman buruk masa lalu seperti dikejar anjing tetangga, memecahkan guci kesayangan Ibu lalu gagal mengelemnya kembali atau dikeroyok kakak kelas sok jagoan, pokoknya ndak ada apa-apanya!! Rasa takut, ngeri, marah dan dendam (kepada diri sendiri, kok mau-maunya naik, kepada teman yang ngajak ke Dufan, mas-mas operator mesin dan penemu Kora-Kora), segera berubah menjadi kepasrahan dan akhirnya rasa syukur karena waktunya habis. Phyuuh, 3 menit yang (semoga) tak akan saya ulangi lagi.
Takut - ngeri - marah - pasrah - syukur. Hmm, seems familiar? It's all about steps at everything in life, isn't it?
Taruh saja ketika sebuah masalah datang menghadang dalam hidup kita, adalah rasa takut yang segera datang menyergap dan sekuat mungkin kita akan berusaha menghindar dari kenyataan. Kalau masalah itu bertambah parah, tahap selanjutnya adalah kengerian, terrified. Takut akan segala kemungkinan yang pualing buruk. Kemudian kita marah, kasus yang tersering terjadi adalah marah kepada diri sendiri. Baru menyalahkan orang lain. Setelah segala kemampuan dikerahkan menyembuhkan si masalah dan tidak ada tanda-tanda ke arah perbaikan, kepasrahan muncul. Lalu, tiba-tiba, BLASH!! Problem solved, everything's fine. Dan kita bersyukur kepada Tuhan, atas penyertaanNya, yang Ia lakukan, bahkan tanpa diminta.
... tanpa diminta.
...
(Setelah itu, saya masih kuat untuk Halilintar (yang ini sih asyik sob). Tapi maaf-maaf saja untuk Kicir-Kicir, tidak ada tempat untuk kaki ini berpijak di wahana itu. So, i'm off. Sorry guys:-P.)
2:19 PM
Kemarin saya mencoba wahana ini, dan gak perlu nunggu lama sampai akhirnya saya nyerah bener. Sebelum itu perahu digerakkan, tadinya saya mau duduk di bagian tengah, tapi karena pengen nyobain yg -saya yakin- lebih seru, saya malah langsung pindah ke belakang. Eh, gak taunya, waktu itu perahu mulai digerakkan dan mulai naik turun... bener2 deh... saya sampai teriak2 minta turun... Ampun2 bener2 ampun deh.
Setelah itu, saya jadi gak punya nyali lagi wat nyobain wahana sejenis, kayak tornado, kicir2, halilintar, dll... gara2 si Kora2 itu! huhuhuh...