<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d20516250\x26blogName\x3dHASTO+ANGGORO\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://hastoanggoro.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://hastoanggoro.blogspot.com/\x26vt\x3d813154366030461087', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Penawaran ada karena permintaan ada

December 20, 2006

Pernah kesal karena angkutan umum di depan kendaraan Anda berhenti mendadak seenaknya? Saya yang sehari-hari naik roda dua sering mendapati itu. Dongkol, kesal, pengen marah bercampur jadi satu. Belum lagi panas yang menusuk dan asap knalpot yang merasuk. Wuah. Lengkap sudah rasanya penderitaan.

Entah mau angkot, bajaj, metromini, kopaja ataupun taksi, semua sama saja. Berhenti kapan saja di mana saja kalau ada penumpang mau naik. Bikin macet. Belum kalau berhentinya lama, kita kan ngiranya di depan macet, padahal dia ngetem. Luaaama.

Toh, akhirnya saya berada pada posisi 'penyebab' kemacetan. Kami mencegat sebuah taksi yang berlawanan arah dengan keinginan kami. Taksi tersebut putar balik di jalan sempit padat. Menyebabkan kemacetan kecil selama hampir semenit, karena masih ditambah proses kami bertiga membuka pintu dan masuk ke dalam taksi.

Mengutip sebuah hukum ekonomi, konsumen membuat hukum permintaan dan kemudian produsen menjawabnya dengan hukum penawaran. Calon penumpang memproklamirkan kebutuhannya akan transportasi dan penyedia jasa angkutan umum meresponnya. Begitulah yang terjadi, dan kenyataannya di jalan, 'kebutuhan' tersebut bisa muncul dengan amat tiba-tiba dan 'respon' yang diberikanpun sangat cepat. Pengguna jalan yang lain hanya bisa mengalah dan memaki dalam hati, kalau masih waras paling hanya membunyikan klakson secara mantap dan menambah kesal pengguna jalan lainnya lagi. Kejadian yang sudah merupakan bagian paling biasa dari keseharian. Apalagi di ibu kota. Dimana semua orang merasa penting.

Mengutip dari pengalaman saya, menyimpulkan siapa yang sebenarnya bersalah cukup sulit juga. Wong simbiosme mutualisme, situ ada mau gua ada perlu. Sama-sama butuh. Sama-sama untung. Tapi kalau dipersentase, yang jelas si sopir taksi lebih tak bersalah dibanding saya. Kenapa? Kepentingan orang banyak lebih berharga daripada waktu sepersekian menit saya kan?

Buat pengguna angkutan umum; lihat kanan kiri depan belakang atas bawah deh kalau nyetop. Jangan cuma —taat kalau ada yang liat— aja dong.

Buat non pengguna angkutan umum; orang sabar disayang Tuhan loh.

(Anda butuh waktu. Kami butuh uang. —Tulis seorang penyedia angkutan umum di kaca belakang metromininya.)

leave a comment