<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d20516250\x26blogName\x3dHASTO+ANGGORO\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://hastoanggoro.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://hastoanggoro.blogspot.com/\x26vt\x3d813154366030461087', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Salah sasaran

January 03, 2007

Waktu mudik Natal kemarin, saya berangkat dari Jakarta ke Yogyakarta menggunakan kereta. Karena sudah memegang tiket sejak sebulan sebelumnya, setelah masuk Gambir langsung menuju ke lantai 3 menunggu kereta datang. Masih cukup sepi di atas, sayapun langsung mencari kursi kosong. Tahu kan kursi Gambir, kursi panjang sejenis lincak besi yang hanya muat untuk dua orang, disusun tiga-tiga saling membelakangi. Cukup untuk 12 orang dewasa. Kebetulan ada kursi yang hanya ditempati oleh sebuah tas besar. Masih muat untuk satu orang, saya langsung duduk saja.

Lama kelamaan calon penumpang lain mulai ramai berdatangan. Karena semua kursi sudah penuh, banyak yang kemudian berdiri atau jongkok di bawah tiang neon box.

Keluarga dengan seorang anak berhenti persis di depan saya. Bapaknya berdiri mengawasi kereta datang, ibunya duduk setengah jongkok di umpak tiang menunggui anak perempuannya bermain dengan koper bawaan. Awalnya saya nggak ngeh, duduk santai saja sambil membaca koran. Tapi kemudian saya menyadari, tas besar di samping saya tidak kunjung diambil oleh si pemiliknya. Saya tidak tahu siapa pemiliknya, entah mbak-mbak di kursi sebelah kanan saya atau bapak-bapak di belakang saya.

Cukup keterlaluan juga sebenarnya menurut saya, lebih dari 15 menit saya menunggu reaksi dari pemilik tas. Sambil pura-pura membaca, saya mengamati mbak di sebelah tas itu, (yang kemungkinan besar sebagai pemilik tas). Ia tampak ragu, walaupun sedang berbicara di handphonenya, matanya sering kali melirik ke arah tas. Terlihat ia sebenarnya akan menaruh tas itu di lantai, tapi agaknya merasa sayang karena tas itu masih bagus dan bermerk (sekedar analisis loh). Atau mungkin ia berharap orang lain menyangka sayalah pemilik tas tersebut.

Entah hanya perasaan saja, tapi saya merasa seperti diawasi. Dan memang benar, beberapa kali saya beradu pandang dengan ibu si anak dan beberapa orang lain yang berdiri. Mereka mungkin berpikir bahwa sayalah pemilik tas tersebut. Dan mereka punya alasan yang cukup argumentatif, saya berada di kursi yang sama dengan si tas.

Seseorang kadang lebih rela manusia lain duduk di lantai kotor daripada benda mati miliknya.

(Akhirnya saya tidak kuat dengan tatapan mata sinis bin menghakimi dari ibu-ibu itu. Saya kemudian mengemasi bawaan dan mencari tempat lain. Detik kedua setelah saya berdiri meninggalkan kursi, tas itu seketika diambil oleh mbak sebelah, lalu ia taruh di lantai. What is that about? )

leave a comment